Perilaku Membunyikan Musik Keras-keras

Disetiap kali penulis tinggal, kos, kontrakan, rumah mertua, termasuk di rumah sendiri, pasti ada saja tetangga yang suka membunyikan musik keras-keras.

Perlu diketahui, pengalaman domisili penulis tersebar di tiga kota yang berbeda (Malang, Kediri dan Banyuwangi), dengan ragam kampung dan asal tetangga yang berbeda-beda pula.

Mungkin adakalanya karena mereka yang warga asli, merasa ini adalah kampung halamannya, sehingga mereka memasang volume seenak telinga mereka.

Tetapi kadang menjadi kurang pantas, sebab penulis juga menemui seorang pendatang (suami dari penduduk asli), yang juga suka membunyikan musik seenaknya tersebut.

Tentunya penulis akan semakin membenci jika itu adalah pendatang.

Sebab bagaimanapun juga, membunyikan musik keras-keras, tetaplah polusi suara, yang tidak dibenarkan oleh agama dan negara.

Dan bagi penulis, sepintar dan sekaya apapun mereka, pasti langsung menganggap mereka bodoh.

Sebab kalau mereka pintar, seharusnya mereka memasang peredam suara ditembok, dengan kekayaan mereka. Sehingga musik yang mereka dengarkan tidak sampai keluar rumah.

Lalu, solusi apa yang penulis ambil?

Lambat laun, seiring bertambahnya umur, penulis hanya bisa mengandalkan doa. Pasrah menyerahkan orang yang seenaknya itu dan meminta solusi terbaik dari Allah SWT.

Kalaupun mau adu mekanik, kekuatan otot sudah tidak muda lagi. Mau adu cocot, penulis bukan ahli debat. Mau nyuap biar tidak membunyikan musik lagi, lebih baik uangnya dibuat sedekah ke anak yatim.

Dan apakah dengan doa berhasil?

Berhasil ataupun tidak, apakah karena doa penulis atau bukan, adakalanya si Tetangga ini mendapat karma. Yang mana karma ini adakalanya penulis anggap sebagai bukti, bahwa doa penulis dikabulkan.

Contohnya si Pendatang, dia terkena penyakit, yang sekarang istrinya yang bekerja, dan dia di rumah saja.

Konon penyakit itu karena gaya hidup dia di Kalimantan, tempat dia bekerja dulu.

Cukup dengan memberikan tatapan ke dia, bahwa dia pengangguran, penulis sudah puas, meskipun sampai tulisan ini ditulis, dia masih sering membunyikan musiknya, seenaknya.

Tetangga kontrakan, yang hampir tiap malam minggu karaokean sampai malam, TV LCD yang dibuat karaoke, blank pixel dengan ukuran lebar. Dan itu pasti karena terkena kebocoran.

Lain lagi dengan tetangga yang suka bermain gitar diwaktu-waktu jam-jam istirahat, saat tulisan ini ditulis, dia ketahuan selingkuh oleh istrinya, dan tidak tahu bagaimana nasibnya sekarang (berhasil sukses atau tidak), yang konon sedang merantau ke Tanah Arab.

Dan terakhir, pemuda yang suka membawa teman-temannya ngobrol dan gaduh di depan rumah penulis, mulai jam 10 malam sampai jam 3 pagi, begitu lulus SMK dan pulang ke orang tuanya di Jakarta, sepeda motornya yang seharga 30 juta (kredit) hilang dan memilih pulang ke kampung lagi.

Artinya, orang-orang yang melakukan perilaku membunyikan musik keras-keras tersebut, bukanlah bawaan dari etnis, suku, agama, atau budaya tertentu. Tetapi oleh bawaan sifat dasar mereka sendiri, yang memang bodoh.

Dan meskipun tidak didoakan, sebenarnya kehancuran pasti akan mendatangi mereka. Sedangkan doa kita, penulis yakin hanya mempercepat proses kehancuran itu.

Setidaknya juga, positifnya, penulis akan menjadi lebih sering ingat kepada Allah SWT, jika menemui orang-orang seperti ini.

Komentar



Postingan populer dari blog ini

Apps Script untuk Cetak Sertifikat

Kebodohan Karyawan Menyalahkan Sistem

Kode Apps Script MailApp untuk Form Mengirimkan Email

Checking Data yang Belum Dimasukkan dalam Daftar Menggunakan Query Google Sheet

Generate Karakter Acak dan Menempatkannya di Sel Google Sheets dengan Apps Script

Menyembunyikan Failed Load Images di Blogger

Apps Script untuk Mengirimkan Notifikasi Approval

Algorithma Bilangan Prima dengan Javascript

Mencoba Submit Theme di Wordpress.org

Menghapus Baris di Google Sheets yang Memiliki Sel Kosong dengan Apps Script