Pengalaman Ditipu di Juanda
Berikut ini adalah pengalaman penulis ditipu oleh seorang sopir taksi non-argo dan telah terjadi beberapa tahun lalu. Tepatnya setelah diresmikannya Terminal 2 Juanda.
Penulis menceritakan pengalaman ini dengan harapan tidak ada pengunjung Juanda lain yang ditipu sebagaimana penulis, terutama bagi mereka yang pertama kali datang ke terminal Juanda.
Awalnya penulis bertujuan untuk menjemput istri penulis yang baru datang dari luar negeri.
Waktu itu, penulis belum memiliki sepeda motor, dan salah satu cara paling murah adalah dengan naik bus antar kota dengan turun di Terminal Bus Bungurasih.
Berdasarkan info dari beberapa sumber, di terminal tersebut sudah disediakan bus shuttle Terminal-Juanda dengan ongkos, kalau tidak salah waktu itu Rp 25.000.
Dan ternyata benar, bus tersebut bernama Damri, dan begitu sampai di Terminal Bungurasih, penulis pun langsung masuk ke bus tersebut.
Tidak seperti bus kota atau antar kota yang menunggu penumpang penuh, lalu berangkat. Bus Damri berangkat sesuai waktu yang telah dijadwalkan, meskipun jumlah penumpangnya masih sedikit.
Dan dengan naik bus Damri itulah, penulis berhasil sampai di terminal Juanda, sayangnya penulis tidak tahu kalau kala itu terminal tersebut telah menjadi Teminal 1, dan untuk penerbangan lokal saja.
Penulis baru menyadari ketika melihat monitor daftar kedatangan pesawat yang ditumpangi oleh istri penulis tidak terpampang, meskipun sudah menunjukkan waktu pesawat tersebut landing (mendarat).
Baru setelah ada sopir taksi non-argo yang (kalau tidak salah) bernama Eko, berkata kepada penulis bahwa saat itu baru saja diresmikan Terminal 2 Juanda, dan itu untuk penerbangan internasional saja.
Sehingga menurut dia, ketika naik bus Damri tadi, penulis hendaknya turun di Terminal 2, bukan di Terminal 1. Dan makanya, pesawat istri penulis yang berangkat dari Taiwan, tidak terdata di monitor daftar kedatangan.
Melihat hal tersebut, kemudian sang Sopir menawarkan jasa untuk mengantarkan penulis ke Terminal 2 dengan ongkos Rp 50.000 plus parkir.
Penulis lupa berapa tepatnya ongkos parkir kala itu, kalau tidak salah sebesar Rp 5.000 untuk mobil yang kurang dari 3 jam.
Dan dikarenakan waktu sudah melebihi waktu mendarat, tanpa pikir panjang, penulis mengiyakan dan bersama sopir itu penulis langsung ke Terminal 2 Juanda.
Dan Alhamdulillah, penulis dapat menjemput istri tepat sebelum istri keluar dari pintu gerbang kedatangan.
Dikarenakan penulis telah memesan travel antar kota sebelumnya, penulis dan istri akhirnya menunggu di Terminal 2 itu saja, untuk dijemput pihak travel.
Selang satu tahun kemudian, hal yang sama berulang, penulis harus menjemput istri dan belum memiliki sepeda motor.
Sama seperti sebelumnya, penulis datang dulu ke Terminal Bus Bungurasih, untuk naik bus Damri ke Juanda.
Bedanya kali ini penulis menanyakan dulu ke supir, bus Damri yang mengarah langsung ke Terminal 2.
Penulis kaget, kata sang supir tidak ada bus Damri yang dari Terminal Bungurasih langsung ke Terminal 2. Semua bus Damri mengarah ke Terminal 1, dan jika ada penumpang yang ingin ke Terminal 2, di Terminal 1 sudah disediakan bus shuttle antar terminal.
Dari hal itu, penulis baru tahu kebohongan pertama sang supir non-argo satu tahun sebelumnya. Bahwa pihak bandara sudah menyediakan transportasi antar terminal bus shuttle tersebut, yang katanya tidak ada.
Terlebih ketika penulis benar-benar menaiki bus shuttle antar terminal itu, yaitu dari Teminal 1 ke Terminal 2, ternyata ongkos bus gratis, dan hanya membayar di bus sebelumnya saja.
Oleh karena itu, penulis baru tahu satu tahun setelahnya, bahwa semua yang dikatakan sesosok Eko, sang Supir taksi non-argo, semuanya adalah kebohongan belaka.
Penulis menceritakan pengalaman ini dengan harapan tidak ada pengunjung Juanda lain yang ditipu sebagaimana penulis, terutama bagi mereka yang pertama kali datang ke terminal Juanda.
Awalnya penulis bertujuan untuk menjemput istri penulis yang baru datang dari luar negeri.
Waktu itu, penulis belum memiliki sepeda motor, dan salah satu cara paling murah adalah dengan naik bus antar kota dengan turun di Terminal Bus Bungurasih.
Berdasarkan info dari beberapa sumber, di terminal tersebut sudah disediakan bus shuttle Terminal-Juanda dengan ongkos, kalau tidak salah waktu itu Rp 25.000.
Dan ternyata benar, bus tersebut bernama Damri, dan begitu sampai di Terminal Bungurasih, penulis pun langsung masuk ke bus tersebut.
Tidak seperti bus kota atau antar kota yang menunggu penumpang penuh, lalu berangkat. Bus Damri berangkat sesuai waktu yang telah dijadwalkan, meskipun jumlah penumpangnya masih sedikit.
Dan dengan naik bus Damri itulah, penulis berhasil sampai di terminal Juanda, sayangnya penulis tidak tahu kalau kala itu terminal tersebut telah menjadi Teminal 1, dan untuk penerbangan lokal saja.
Penulis baru menyadari ketika melihat monitor daftar kedatangan pesawat yang ditumpangi oleh istri penulis tidak terpampang, meskipun sudah menunjukkan waktu pesawat tersebut landing (mendarat).
Baru setelah ada sopir taksi non-argo yang (kalau tidak salah) bernama Eko, berkata kepada penulis bahwa saat itu baru saja diresmikan Terminal 2 Juanda, dan itu untuk penerbangan internasional saja.
Sehingga menurut dia, ketika naik bus Damri tadi, penulis hendaknya turun di Terminal 2, bukan di Terminal 1. Dan makanya, pesawat istri penulis yang berangkat dari Taiwan, tidak terdata di monitor daftar kedatangan.
Melihat hal tersebut, kemudian sang Sopir menawarkan jasa untuk mengantarkan penulis ke Terminal 2 dengan ongkos Rp 50.000 plus parkir.
Penulis lupa berapa tepatnya ongkos parkir kala itu, kalau tidak salah sebesar Rp 5.000 untuk mobil yang kurang dari 3 jam.
Dan dikarenakan waktu sudah melebihi waktu mendarat, tanpa pikir panjang, penulis mengiyakan dan bersama sopir itu penulis langsung ke Terminal 2 Juanda.
Dan Alhamdulillah, penulis dapat menjemput istri tepat sebelum istri keluar dari pintu gerbang kedatangan.
Dikarenakan penulis telah memesan travel antar kota sebelumnya, penulis dan istri akhirnya menunggu di Terminal 2 itu saja, untuk dijemput pihak travel.
Selang satu tahun kemudian, hal yang sama berulang, penulis harus menjemput istri dan belum memiliki sepeda motor.
Sama seperti sebelumnya, penulis datang dulu ke Terminal Bus Bungurasih, untuk naik bus Damri ke Juanda.
Bedanya kali ini penulis menanyakan dulu ke supir, bus Damri yang mengarah langsung ke Terminal 2.
Penulis kaget, kata sang supir tidak ada bus Damri yang dari Terminal Bungurasih langsung ke Terminal 2. Semua bus Damri mengarah ke Terminal 1, dan jika ada penumpang yang ingin ke Terminal 2, di Terminal 1 sudah disediakan bus shuttle antar terminal.
Dari hal itu, penulis baru tahu kebohongan pertama sang supir non-argo satu tahun sebelumnya. Bahwa pihak bandara sudah menyediakan transportasi antar terminal bus shuttle tersebut, yang katanya tidak ada.
Terlebih ketika penulis benar-benar menaiki bus shuttle antar terminal itu, yaitu dari Teminal 1 ke Terminal 2, ternyata ongkos bus gratis, dan hanya membayar di bus sebelumnya saja.
Oleh karena itu, penulis baru tahu satu tahun setelahnya, bahwa semua yang dikatakan sesosok Eko, sang Supir taksi non-argo, semuanya adalah kebohongan belaka.
Komentar
Posting Komentar