Antara Sirine dan Konvoi
Ilustrasi kemacetan (Sunber: Pixabay/quinntheislander) |
Pada Minggu 28 juli 2019, dari arah Kota Banyuwangi menuju ke Rogojampi, ketika penulis pulang dari menjenguk kerabat di Rumah Sakit Blambangan, penulis berbarengan dengan konvoi Honda Vios.
Penulis waktu itu bersepeda motor, dan tidak tahu pasti jumlah mobil yang menjadi peserta konvoi tersebut.
Tetapi yang pasti, dalam iring-iringan itu, sebuah mobil Polisi berada di urutan paling depan dan membunyikan sirine.
Mulanya, karena mungkin jalan raya di Banyuwangi kota masih lebar, iring-iringan konvoi masih dapat berurutan satu sama lain.
Namun ketika akan masuk Rogojampi, iring-iringan tersebut terpecah, hingga tersisa 3 mobil saja, termasuk mobil Polisi yang masih melaju di depan.
Sedangkan rombongan yang lain tidak tahu dimana, mungkin terpotong oleh lampu merah, atau masyarakat pemakai jalan lain yang sengaja tidak bersedia memberi jalan pada konvoi semacam itu, meski dipimpin oleh Polisi
Sebab yang penulis lihat waktu itu, terutama pengemudi mobil pickup yang mungkin sedang bekerja mengirimkan barang, benar mereka minggir ketika mendengar dan melihat adanya mobil Polisi, namun setelah melihat dibelakang mobil Polisi tersebut adalah iring-iringan konvoi mobil Vios, pickup tersebut justru kembali ke tengah, dan seakan malah memotong iring-ringan dengan paksa.
Terlebih ketika memasuki Rogojampi yang jalannya cukup sempit, bukan hanya mobil pickup, mobil-mobil yang lain dan juga para pengendara sepeda motor, seakan melakukan hal yang sama, berusaha memotong iring-iringan tersebut.
Berdasarkan pengetahuan penulis, pengemudi apapun, diwajibkan minggir ketika mendengar bunyi sirine, karena ditakutkan sirine tersebut menandakan seperti adanya mobil ambulan yang sedang membawa pasien dalam kondisi kritis, pemadam kebakaran, pejabat, atau tentara yang sedang bertugas.
Artinya, bunyi sirine kental dengan kondisi-kondisi genting saja, dan bukan untuk urusan yang ber-"senang-senang".
Mungkin saja pengemudi pickup merasa bahwa konvoi tersebut bukan merupakan hal penting, dan menjadi ajang pamer saja.
Sehingga, meskipun terdapat Polisi yang memimpin konvoi, mereka tidak peduli.
Seperti halnya penulis sendiri, berpendapat untuk konvoi semacam itu pasti tidak ada undang-undangnya. Kalaupun ada, pasti tidak kuat hingga mampu untuk menilang pengganggu konvoi.
Bahkan menurut teman penulis yang memang sering pergi ke luar kota berkendara mobil, konvoi semacam itu justru malah menimbulkan kemacetan, dan yang paling ditakutkan lagi, masyarakat justru akan mengabaikan ambulan, pemadam kebakaran, pejabat, tentara, atau kondisi darurat sebenarnya, jika terlalu sering di-"tipu" oleh konvoi-konvoi seperti itu.
Oleh karena itu, mungkin bagi club-club mobil atau sepeda motor yang sering mengadakan konvoi, mungkin perlu berhati-hati.
Karena kondisi di atas menunjukkan bahwa pola pikir masyarakat, saat tulisan ini ditulis telah cenderung melihat konvoi semacam itu hanya sebagai ajang pamer dan justru penganggu lalu-lintas yang sebenarnya.
Komentar
Posting Komentar