Pengalaman Pertama Naik Pesawat ke Jakarta


Pada Minggu 13 Oktober 2019, penulis berkesempatan jalan-jalan ke Jakarta, setelah semenjak tahun 2014 penulis tidak kesana lagi.

Keperluannya adalah untuk penyetaraan ijazah istri penulis di Gedung D KEMENRISTEKDIKTI di Senayan, Jakarta Pusat.

Mungkin tulisan ini tidak berguna untuk orang yang sering naik turun pesawat, namun penulis berharap tulisan ini dapat membantu memberikan gambaran bagi mereka yang baru pertama kali naik pesawat.

Terutama bagi yang berkepentingan terkait dengan KEMENRISTEKDIKTI.

Beli Tiket

Mulanya penulis bersama istri ingin naik kereta api saja.

Sayangnya pada hari itu, kelas ekonomi kereta api dari Malang ke Jakarta telah habis, hanya tinggal tiket kelas eksekutif yang harganya setara dengan harga tiket pesawat kelas ekonomi.

Oleh karena itu penulis memutuskan untuk berangkat ke Jakarta menggunakan pesawat, dengan membeli tiket secara online di website maskapainya langsung, dan memilih keberangkatan dari Terminal 2 Juanda Surabaya.


Sedangkan perjalanan ke Surabaya, penulis tempuh menggunakan sepeda motor, dengan biaya parkir inap di Juanda sekitar Rp 170 ribu selama 3 malam.

Pesawat Pertama

Meskipun istri penulis telah seringkali terbang, tetapi kali itu adalah pengalaman pertama kali penulis naik pesawat.

Selain takut ketinggian, bagi penulis lebih karena juga takut mabuk udara.

Penulis tidak bisa membayangkan jika harus mual dan muntah-muntah di pesawat.

Penulis memang sering mabuk perjalanan, sampai hari itu ketika perjalanan naik bus.

Dengan goncangan dan tekanan pesawat yang lebih kuat, pikir penulis, potensi mabuk udara pasti lebih tinggi.

Apalagi sudah semenjak penulis memiliki sepeda motor sendiri, penulis tidak pernah naik bus lagi, selama hampir empat tahun.

Bandara

Sebelumnya, penulis hanya mengantarkan istri hanya sampai di pintu masuk bandara saja.

Namun hari itu penulis harus ikut masuk, mulai dari imigrasi sampai gate (pintu gerbang) keberangkatan sesuai nama maskapai pesawat.


Sampai tulisan ini ditulis, sebenarnya penulis masih bingung cara masuk ke pintu gerbang sampai masuk ke pesawat.

Apalagi jika jumlah gate-nya banyak, penulis hanya bisa plonga-plongo tengok kanan-kiri, mengikuti apa yang dilakukan istri.

Untungnya, istri penulis telah lihai karena memang sudah hafal alur keberangkatan.

Tetapi disini dapat penulis simpulkan, sebelum masuk ke pesawat, yang harus dilakukan adalah mencetak tiket pesawat, checkin bagasi (jika membawa bagasi), imigrasi, mencari gate sesuai yang tercetak di tiket atau di monitor informasi keberangkatan pesawat, dan menunggu di ruang tunggu maksimal 45 menit sebelum waktu keberangkatan.

Imigrasi

Penulis sebenarnya belum tahu 100% persen apakah bagian ini disebut imigrasi.

Sedangkan yang penulis maksud adalah tahapan dimana semua barang-barang penumpang dimasukkan melalui alat X-Ray untuk di scan, sedangkan penulis sendiri melewati alat pendeteksi logam.

Bagian ini adalah bagian dimana penumpang tidak diperbolehkan membawa benda-benda tajam, bahan cair, barang-barang terlarang, atau semacamnya.

Tetapi, waktu itu, penulis menurut saja apa yang dikatakan istri, untuk memilah barang-barang yang mengandung logam dan tidak.

Yang pasti, semua alat-alat elektronik dilewatkan X-Ray, termasuk Smartphone, Laptop, jam tangan, kunci, ikat pinggang dan semua yang mengandung logam lainnya, penulis masukkan dengan wadah yang berbeda.

Memang dengan jumlah 4 gadget smartphone, 1 modem dan 2 laptop, penulis sedikit kerepotan dibagian imigrasi tersebut.

Namun tahapan tersebut harus tetap dilakukan, karena wajib dan harus dalam waktu yang cepat agar tidak ditersusul penumpang lain dibelakang.

Kata istri penulis, oleh karena bagian inilah alasan kenapa banyak orang-orang kaya yang naik turun pesawat, lebih memilih menggunakan kaos biasa, katok pendek dan jumlah barang bawaan yang sedikit.

Masuk Gate

Setelah bagian imigrasi diatas, sebelum masuk ke pesawat, penulis sebagai penumpang menunggu di kursi tunggu, depan gate yang telah ditentukan.

Di area kursi tunggu itu, banyak toko-toko yang menjual minuman dan snack, dengan kisaran harga tiga kali lipat dengan yang ada di luar bandara.

Kalau bukan karena haus sebab udara Surabaya yang lebih panas dibanding Malang, penulis tidak akan membeli minuman botol 600 ml seharga Rp 8 ribu, yang harga di luar hanya Rp 3 ribu saja.

Checkin terakhir

Dan tepat 45 menit sebelum waktu keberangkatan, petugas maskapai memanggil penumpang sesuai zone kelas tiket.

Dimana penulis berada di kelas ekonomi, zone 3, bagian penumpang yang masuk terakhir.

Panggilan ini adalah checkin terakhir penumpang sebelum masuk ke pesawat.

Sedikit aneh dengan pembagian zone tersebut, yang bagi penulis seperti tidak ada bedanya antara kelas ekonomi dan premium.

Pikir penulis, mungkin penumpang premium, mendapat tambahan snack atau semacamnya dalam pesawat nanti.

Masuk Pesawat

Setelah checkin terakhir, penumpang satu per satu masuk ke pesawat melalui lorong gate.

Karena memang belum pernah melihat secara langsung, baru kali itu penulis melihat pesawat sesuai ukuran yang sebenarnya.

Menurut penulis, ternyata ukuran pesawat tidak sebesar ekspektasi penulis jika di lihat TV.

Ukurannya kecil, dan ketika di dalam tidak lebih sama dengan dalam bus.

Pikir penulis, mungkin ini alasan kenapa pesawat memiliki type dengan nama Airbus.


Hal yang lucu lain adalah ketika penulis antri untuk masuk pintu pesawat, seorang ibu-ibu muda di depan penulis, jalannya seperti menyerong, ketengah dan menikung jalur antrian penulis.

Penulis sempat merasa terganggu dan marah karena dengan lebar lorong yang cukup untuk berjejer tiga orang, kenapa harus menikung, apalagi seolah cuek sambil bermain HP.

Terlebih suaminya yang berada di depan, seakan tidak peduli cara jalan istrinya yang mengganggu orang dibelakangnya.

Lambat laun penulis tahu alasan kenapa ibu-ibu itu ketengah, pasti karena dia takut ketinggian dan tidak berani berjalan dipinggir. Sebab lorong gate sepanjang ke pintu pesawat dindingnya berupa kaca.

Penulis sendiri memang takut ketinggian, tapi tidak sebegitunya.

Take off

Begitu masuk, penulis mencari tempat duduk penulis.

Enaknya membeli langsung melalui website resmi maskapai, penulis dapat menentukan sendiri tempat duduk.

Sehingga duduk penulis tidak perlu berjauhan dengan istri.

Tidak lama kemudian, pesawat pun dikemudikan pilot untuk menuju landasan pacu yang telah ditentukan. Dimana saat bersamaan para pramugari mempraktekkan beberapa prosedur keamanan, mulai dari seatbelt, kantung oksigen, pelampung dan pintu darurat yang berada di sekitar sayap pesawat.

Penulis pun mencoba mempelajari prosedur keamanan itu, dan juga mencocokkan dengan yang tertulis di salah satu lembar kertas di depan kursi penulis.

Begitu pilot mengumumkan akan dilakukannya take off, semua gadget di matikan, dan sesuai ekspektasi penulis memang benar tekanan lebih tinggi dibanding naik bus biasa.

Terbukti dari telinga penulis yang terasa terpekik, seperti terasa oleh orang yang akan mabuk pada umumnya, saat lepas landas.

Terbang

Meskipun penulis hanya berpengalaman dua kali naik pesawat, tetapi penulis merasa ada perbedaan mencolok ketika take off pesawat ketika berangkat, dibanding ketika pulang.

Penulis lebih suka pilot yang membawa pesawat dari Juanda, karena ketinggian target dicapai tidak terlalu mendongak ke atas.

Berbeda dengan ketika pulang, pilot mencapai ketinggian yang terlalu miring ke atas, yang membuat penulis sedikit pusing.

Hal lain yang penulis temui, sebagai fisikawan adalah mungkin saja relativitas Einstein benar.

Karena selama di dalam pesawat, ketika pesawat telah stabil di udara, penulis merasa seperti diam saja.

Padahal kecepatan pesawat harusnya lebih cepat dari kereta api.

Penulis pernah menjadi mahasiswa Fisika, dan memang semenjak SMA, penulis kurang setuju dengan teori tersebut.

Dengan seolah ruang dan waktu antara di dalam pesawat terpisah dengan yang di bumi, pikir penulis mungkin inilah dasar konsep dilatasi waktu Einstein.

Dan Alhamdulillah penulis bersama istri dapat sampai di Jakarta dengan selamat.

Baru kali itu penulis melihat dan dapat merasakan bagaimana ketika pesawat melewati awan.

Bandara Jakarta

Penulis mendarat di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.

Jam menunjukkan jam 3 sore.

Berbeda dengan Juanda, bandara itu memiliki luas yang lebih besar, karena memang bandara internasional.

Dan dikarenakan penulis bersama istri tidak membawa bagasi, serta ingin cepat-cepat sampai di hotel, kami pun cepat-cepat menuju pintu keluar.

Taksi vs Ojek Online

Begitu di pintu keluar, penulis langsung ditawari taksi, dengan harga Rp 300 ribu untuk sampai di hotel penulis di daerah Senayan, dan harga itu sudah termasuk tol.


Semula istri penulis menyetujuinya, tetapi begitu melihat penulis sedikit ragu kejujuran sang marketing penyedia jasa, kami pun menolaknya dengan sedikit emosi.

Selanjutnya kami mencoba aplikasi ojek online untuk mobil, dan ternyata harga jasa yang tertera Rp 180 ribu, dengan biaya tol sekitar Rp 17 ribu rupiah.

Berbeda dengan jalan-jalan penulis sebelumnya, dengan adanya ojek online ini, akses di Jakarta semakin mudah.

Terutama untuk masalah makanan.

Penulis bersama istri tidak perlu keluar kamar hotel, untuk mencari makanan dan tidak perlu takut ditipu lagi.

Jujur, ketakutan penulis ketika pergi ke Jakarta adalah ditipu orang.

Sulit bagi penulis untuk membedakan mana yang penipuan atau bukan, namun dengan aplikasi ojek online, setidaknya penulis merasa lebih aman.

Hotel

Sesampai di hotel, penulis bersama istri terlanjur tidak menyediakan uang cash.

Pikir penulis mungkin dapat dibayar dengan kartu debit atau kredit.

Sayangnya, meskipun berada disekitar daerah finansial distrik ibu kota, hotel itu masih menggunakan pembayaran manual.

Akhirnya, penulis bersama istri perlu jalan-jalan dulu mencari ATM (Automatic Teller Machine), melewati JAKTV, untuk mengambil uang cash, untuk membayar hotel.


Oleh karena itu penulis sarankan untuk bagaimanapun juga harus menyediakan uang cash untuk persiapan hotel, jika menginap di hotel murah.

Pengambilan SK

Keesokan harinya, Senin 14 Oktober 2019 karena hanya satu jam perjalanan kaki dari hotel, bersama istri menuju ke Gedung D KEMENRISTEKDIKTI.


Dua bulan sebelumnya istri penulis telah mengisi data-data yang diperlukan untuk penyetaraan ijazah melalui website https://ijazahln.ristekdikti.go.id.

Sedangkan pada hari itu adalah hari untuk validasi dan pengambilan Surat Keputusan (SK) penyetaraan ijazah luar negeri.

Tidak sampai jam 10 pagi, semua urusan telah selesai, termasuk permohonan legalisir untuk dikirim ke rumah penulis.

Dan ternyata semua biaya penyetaraan gratis, hanya ongkos pergi ke Jakarta saja yang penulis bersama istri keluarkan.

Kemudian, karena sudah merasa capek dan panasnya Jakarta, penulis bersama istri kembali ke hotel, melewati Menara Sudirman


Berkunjung ke Kekerabat

Dikarenakan hari Senin telah selesai, maka pada hari Selasa, penulis bersama istri mengunjungi kerabat di Ciputat menggunakan ojek online untuk mobil.

Biaya ojek online dari Senayan ke Ciputat, waktu itu sebesar Rp 100 ribu termasuk tol.

Dan informasi yang penulis dapat, di daerah Tangerang Selatan tersebut harga unit perumahan minimal berada di kisaran Rp 500 juta.

Terbang Pulang

Setelah menginap, di rumah kerabat di daerah Ciputat, penulis berangkat pulang, dengan jam keberangkatan pesawat jam setengah 11.

Tidak menggunakan ojek online, kali itu penulis mencoba Bus Damri, dengan tujuan Terminal 2.

Ongkos Bus Damri Rp 35 ribu per orang.

Berikut ini adalah video sedikit pemandangan ketika penulis melewati Terminal 3 menuju ke Terminal 2:


Dan dari Terminal 2 Soekarno-Hatta tersebut, penulis bersama istri kembali ke Surabaya dengan pesawat dari maskapai yang sama ketika berangkat sebelumnya.

Komentar



Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Source Code Greenfoot

Algorithma Coretan Abstrak dengan HTML5 Canvas

Game TicTacToe dengan Greenfoot

Honeycomb Style Wallpaper dengan HTML5 Canvas

Cara Membuat Halaman HTML Sederhana

Kode Greenfoot Game Snake Sederhana

Melihat Alamat Berbentuk QR Code di Undangan Pernikahan

Algoritma Tombol Putar dengan Greenfoot

Tips Agar Website Anda Segera di Terima oleh Google Adsense dan di-Monetize

Selamatan Latar Glundengan Bubuk Banyuwangi