Bukan Pekerja IT yang Dulu
Penulis mencoba menjawab, sesuai pengetahuan dan pengalaman penulis sebagai programmer, hal tersebut mungkin saja benar.
Salah satu buktinya adik penulis sendiri, dia lulusan IT dan tidak bisa jika dia harus membuat program sendiri dari awal.
Artinya dia masih mampu membuat code dengan mencontoh atau melakukan perubahan syntax dari template yang sudah ada.
Tetapi jika harus memulai dari nol, dia mengaku tidak ada ide.
Contoh lain, pada suatu hari, penulis mengunjungi teman penulis yang juga bekerja sabagai tenaga IT di suatu sekolah.
Mulanya, untuk ujian semester, penulis kira dia membuat dan menulis code sendiri untuk portal ujian berbasis web.
Nyatanya, portal tersebut dia ambil dari template gratis yang ada diinternet.
Dan katanya kepada penulis, "Sekarang sudah banyak yang bisa temukan gratis. Kita tinggal pilih saja yang mirip sama yang punya Dinas".
Sekali lagi, berarti sudah bukan jamannya lagi tenaga IT sekolah membuat aplikasi sendiri sesuai kebutuhan sekolah.
Dan, yang lebih penting lagi, ketika di sebuah makan siang, "Hei Bro, sekarang ini tambah banyak istilah kayak coding, back-end, front-end, bahasa tingkat tinggi, tingkat rendah, developer, syntax, script atau apalah itu yang aku gak ngerti, emang jadi programmer harus ngerti itu juga ya?" tanya teman penulis yang berprofesi sebagai Humas.
Penulis sempat bingung juga untuk menjawabnya.
Sebab sejak penulis mengenal bahasa pemrograman PASCAL tahun 2006, sampai tulisan ini ditulis, dan penulis sampai menghasilkan puluhan aplikasi dan game Computaional Lab, penulis sama sekali tidak membutuhkan pembagian istilah coder, programmer, front-end, back-end atau istilah-istilah lainnya.
Bagi penulis, "Programmer ya programmer, orang yang kerjanya nulis program itu ya programmer".
Maka penulis menjawab, "Ah itu hanya istilah bagi mereka yang sebener e tidak bisa nulis program. Mereka membuat istilah-istilah itu biar terlihat bisa atau sok keren".
Bagaimana tidak, penulis pernah mengikuti pembimbingan pembuatan game Android. Bukan jadi peserta, saat itu penulis sebagai pendamping, bertugas membantu mengarahkan jika ada peserta yang kesulitan.
Dalam pelatihan tersebut, pembuatan game menggunakan engine pihak ketiga. Dengan mentor yang memberikan pengajaran secara online, tanpa menuliskan kode program sekalipun. Hanya copy paste asset dan kode program dari modul online yang sudah mereka sediakan.
Selama pelatihan penulis hanya merasa bingung, "Mau dibawa kemana anak-anak ini", dengan mentor yang sibuk menjelaskan dengan istilah-istilah yang seperti penulis sebutkan di atas.
Kemampuan menuangkan algorithma dalam kode program, menurut penulis lebih penting dibanding mengerti istilah-istilah yang sebenarnya sama saja.
"Aku gak ngerti, kenapa orang-orang ini lebih suka mempersulit, yang sebenarnya dapat dipermudah" kata penulis ke teman penulis.
Kesimpulannya, pekerja IT saat tulisan ini ditulis, bukan seperti pekerja IT jaman dulu. Baik secara pembelajaran ataupun secara pekerjaan telah dipermudah. Sehingga jika ada lulusan IT yang tidak bisa pemrograman, sangatlah mungkin.
Komentar
Posting Komentar