Pengalaman Kerja Tanpa Ijazah

Saat tulisan ini ditulis, adalah masa dimana ijazah masih menjadi tolak ukur suatu pekerjaan.

Contohnya, pekerja yang sudah mendapat posisi di tempatnya bekerja. Mereka sekolah lagi, untuk mendapatkan gelar ijazah yang lebih tinggi, yang artinya untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi pula.

Padahal disisi lain, dengan praktek semacam itu, beban perusahaan atau instansi justru akan semakin naik, yang itu belum tentu diiringi oleh kemampuan income perusahaan untuk menggaji karyawan sesuai ijazahnya.

Dan akan menjadi bencana jika itu perusahaan swasta.

Kondisi inilah yang menurut penulis menjadi alasan, kenapa teman-teman penulis yang menjadi karyawan diinstansi negeri saja, yang melakukan pengembangan SDM dengan bersekolah lagi.

Tulisan berikut ini adalah cerita bagaimana penulis bekerja "tanpa ijazah", mulai tahun 2010 sampai 2020.

Semoga menginspirasi pembaca, bahwa skill (keterampilan) lebih penting dibanding ijazah.

Latar Belakang

Penulis adalah mahasiswa Fisika, dan sampai tulisan ini ditulis, ijazah penulis masih di kampus, dengan tagihan pelunasan SPP yang terhutang dan harus dibayar.

Penulis ikut seminar akhir, ujian kompre dan dinyatakan lulus.

Namun berkas penulis tidak penulis serahkan ke Fakultas, karena awalnya yakin dalam setahun atau dua tahun, penulis percaya bisa menebusnya.

Kenapa penulis bisa yakin? Karena dengan kemampuan penulis dalam membuat software saat itu (tahun 2010), penulis akan dapat membuat software sendiri dan dijual dengan harga mahal tentunya.

Asisten Dosen

Selama dua tahun kemudian penulis menjadi asisten dosen, salah satu dosen pembimbing penulis.

Yup. Menjadi asisten dosen tanpa ijazah ditangan, hanya dinyatakan lulus. Tetapi di kampus yang sama.

Penulis membantu mengajar, mengerjakan penelitian, ikut serta pengabdian, asistensi praktikum, asistensi Tugas Akhir (TA) S1 dan S2, membuat modul-modul dan lain sebagainya.

Dan selama dua tahun itu pula, penulis berhasil membuat software berbasis Java dengan Greenfoot, untuk keperluan praktikum Fisika Eksperimen, dan meraup penghasilan sampai 10 juta rupiah.

Uang itu penulis pergunakan untuk banyak keperluan, terutama untuk kebutuhan hidup, beli device Android dengan layar yang masih resistive, dan sebagian untuk membantu keperluan pacar penulis persiapan sekolah di NCU, Taiwan.

Yang pasti, uang itu tidak penulis pergunakan untuk menebus ijazah penulis, yang nyatanya jumlah itu sebenarnya cukup.

Menjadi Laboran

Mungkin karena penulis telah lulus, tetapi masih berkeliaran di lingkungan kampus dengan status yang tidak jelas. Tidak tahu bagaimana, tahun 2013 penulis diangkat sebagai laboran Laboratorium Fisika Komputasi oleh pihak jurusan.

Statusnya, tenaga kontrak PLP, yang sekaligus membantu mengurus laboratorium, website dan tenaga bantu akreditasi.

Sekali lagi, penulis bekerja tanpa menyertakan ijazah penulis.

Saat itu, gaji penulis 500 ribu perbulan dan juga penulis mulai kenal dengan teman-teman kerja di MIPA, dan termasuk bagian yang mengurus ijazah.

Jikalau penulis mengurus ijazah saat itu, akan sangat dimungkinkan dipermudah, karena kami memang telah saling mengenal.

Tetapi tidak tahu mengapa, penulis tidak ada niatan sama sekali untuk mengurusnya.

Dimana saat itu, berbekal device Android resistive yang telah penulis beli dan kemampuan menulis program dengan bahasa pemrograman Java, penulis malah lebih tertarik membuka account developer Android, atas nama laboratorium.

Dengan izin dan bantuan kepala laboratorium, akhirnya pada tahun 2014, penulis membuka account dengan nama Computational Lab di Play Store, dengan branding Edugameapp.

Computational Lab

Awalnya, tujuan penulis membuat Computational Lab, adalah untuk membuat dan memajang produk-produk aplikasi dan game Android, terkait Virtual Lab, yang tidak lain adalah tema penelitian dan pengabdian dosen-dosen saat itu.

Harapannya, dengan aplikasi dan game Computational Lab, dosen-dosen tim pengabdian dapat terbantu dalam menyiapkan materi pengabdian, sekaligus menyediakan alat promosi Jurusan Fisika ke sekolah-sekolah yang lebih mengikat (engagement).

Sedangkan biaya untuk produksi, me-maintenance, dan pembuatan modul aplikasi, penulis ambilkan dari biaya penelitian dan pengabdian, serta dari menampilkan iklan Adsense, melalui Admob.

Aplikasi pertama Computational Lab yang menampilkan iklan adalah Micrometer Simulator.

Library Grenfoot untuk Android

Salah satu orientasi penulis dalam membuat aplikasi, game, maupun software dekstop adalah sebisa mungkin untuk tidak menggunakan library pihak ketiga.

Tujuannya adalah untuk memperpanjang masa hidup aplikasi itu sendiri.

Tentu tidak lucu, jika terlanjur menggunakan aplikasi pihak ketiga, dan si pihak ketiga berhenti atau mati, maka bisa mati pula aplikasi yang bersangkutan, karena tidak bisa melanjutkan maintenance.

Selain itu, aplikasi pihak ketiga, kebanyakan ujung-ujungnya berbayar. Terutama ketika developer akan mengkomersialisasikan aplikasinya. Harus beli lisensi ini itu, yang kadang tidak sepadan dengan nilai aplikasi atau game yang dibuat dari aplikasi pihak ketiga tersebut.

Di sisi lain, (tahun 2014) banyak aplikasi image processing penulis yang dibuat menggunakan Greenfoot, dan pihak developer Greenfoot belum mengeluarkan versi Androidnya.

Sehingga mau tidak mau, saat itu penulis harus membuat library Greenfoot untuk Android sendiri, yang penulis gunakan untuk memproduksi aplikasi dan game Computational Lab berikutnya.

Zinab

Saat mulai menjadi bagian Jurusan, dan penulis terkenal menjadi ahlinya Fisika Komputasi (hanya gelar), penulis sempat diminta tolong untuk membantu mahasiswa Libya S2 bernama Zinab.

Penulis hanya membantu sebatas membuatkan kode program implementasi perhitungan numerik, untuk menghitung berapa arus yang diperlukan generator untuk membangkitkan plasma.

Dikarenakan saat itu Zinab juga masih belum memahami sepenuhnya apa yang dia kerjakan untuk thesisnya, penulis membuatkan perhitungan numerik, yang mana Zinab hanya tinggal memasukkan nilai-nilai konstannya, sesuai konsep yang dia pelajari.

Artinya, tanpa memahami detail fisisnya terlebih dahulu, penulis membuatkan algorithma yang jika hasilnya dibandingkan secara simulasi dan data percobaan, bahkan dengan nilai-nilai konstan sembarang, bentuk grafiknya sama dan layak dibandingkan.

Algorithma perhitungan tersebut adalah menggunakan ide Swarm Intelligence, yang menjadi cikal bakal aplikasi Algebra Equation Calculator di Play Store.

Dengan hanya mengetahui beberapa nilai konstantanya, algorithma dapat menghitung nilai variabel-variabel yang belum diketahui, seperti untuk mancari akar-akar persamaan kuadrat.

Dan aplikasi calculator ini, adalah salah satu aplikasi yang mendatangkan banyak income di Computational Lab.

Event di Jakarta

Selain Zinab, penulis sempat juga membantu seorang mahasiswa bernama Rohman.

Dari situ penulis banyak tahu tentang perhitungan planning radiotherapy, yaitu bagaimana melakukan perhitungan dan menentukan sudut sumber radioaktif, agar sesuai dengan dosis yang diperlukan untuk membunuh kanker, tumor atau semacamnya.

Kemudian pengembangan Library Grenfoot untuk Android, dan bertepatan dengan ajang INAICTA 2014 di Jakarta, penulis mencoba membuat aplikasi perhitungan planning radiotheraphy lebih sederhana, dan lolos menjadi salah satu nominasi.

Aplikasi yang penulis tawarkan, bernama TPlanning. Dan sayangnya, aplikasi tersebut hanya sebatas nominasi, tidak menjadi pemenang apapun.

Namun karena tidak menang, aplikasi itu penulis buat ulang dan menjadi salah satu aplikasi untuk tugas akhir mahasiswa adik tingkat penulis, bernama Endropoda.

Blog

Sebelum mengenal Admob yang juga Adsense, sebenarnya penulis sudah banyak mendengar kisah orang-orang yang sukses, dengan memiliki Blog.

Di mana cara kerja Adsense sangat sederhana. Sama dengan Admob, pemilik konten yang disebut publisher, menampilkan iklan, dan jika ada pengunjung blog yang melakukan klik pada iklan Adsense, maka publisher akan mendapat bagi hasil sebesar 68% dari harga budget iklan tersebut.

Melihat potensi ini dan penulis juga telah berhasil menampilkan iklan melalui Admob di aplikasi Computational Lab sebelumnya, penulis pikir secara otomatis blog penulis juga akan langsung dapat menampilkan iklan.

Nyatanya tidak semudah itu, ada persyaratan jumlah posting yang ditetapkan oleh Adsense, untuk blog dikatakan layak menampilkan iklan.

Namun berawal dari ini pula, lambat laun penulis juga mulai memperkaya isi blog penulis, sedikit demi sedikit. Dengan menambahkan gambar dan video, yang mana tetap memperhatikan etika dalam mereferensi, agar tidak melanggar hak cipta.

Sehingga dalam kurang lebih dalam waktu satu tahun, blog penulis dapat juga menampilkan iklan Adsense, yang disusul website dan blog-blog penulis yang lainnya.

Salah satu blog yang terkait dengan penelitian dan pengabdian dosen yang melibatkan penulis dan juga menampilkan iklan Adsense, adalah yang beralamat di praktikumvirtual.com.

Mengundurkan diri

Penulis sangka, aplikasi Android dibawah nama Computational Lab akan didukung sepenuhnya oleh jurusan, dan juga dapat menghasilkan pendapatan dari iklan Adsense yang banyak.

Sampai-sampai penulis berani mengucapkan akad untuk membagi 50:50 persen pendapatan dengan laboratorium. Tentunya sebagai income laboratorium yang saat itu minus.

Ternyata, karena jurusan termasuk instansi negara, justru akan menjadi masalah, jika laboratorium mendapatkan income dari luar.

Selain itu, dari pihak jurusan sendiri, sepertinya tidak terlalu merespon akan ada atau tidaknya Computational Lab, bagi perkembangan jurusan.

Ditambah status penulis yang saat itu bekerja tanpa ijazah di jurusan, dan kondisi penulis yang berumur satu tahun menikah, maka penulis tahu diri dan memutuskan untuk mengundurkan diri, dan menjadi freelancer.

Fulltime Freelance

Tanpa ijazah, tentu penulis berorientasi pada segala macam pekerjaan yang berbau freelance.

Namun saat itu penulis juga terus mengembangkan dan menambah aplikasi-aplikasi Computational Lab, sampai berjumlah 54 app dan game.

Selain itu, penulis juga menambahkan video-video tutorial, blog, iklan atau semacamnya, untuk menaikkan traffic Computational Lab dan menambah income.

Meskipun tidak sesuai harapan, untungnya saat itu, pendapatan Computational Lab masih lumayan dan dapat digunakan untuk kebutuhan makan tiap bulannya.

Dan penulis juga tidak melupakan akad 50:50 Computational Lab. Karena jika bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, akad tersebut tidak akan menjadi azam bagi penulis sebagai hutang.

Pekerjaan Lain

Disamping mengembangkan Computational Lab. banyak pekerjaan freelance lain yang penulis coba.

Mulai dari dropshipper di beberapa toko online, bisnis yang berbau MLM, jualan gambar di ShutterStock dan Pixabay, jualan desain kaos di Ciptaloka.com dan Tees.co.id, dan yang paling lama di Forex trading.

Semua yang penulis coba, ada yang menghasilkan income tapi sedikit, bahkan ada yang tidak sama sekali.

Tetapi dari yang semua penulis lakukan di atas, penulis menemukan pola yang sama, dalam internet marketing.

Yaitu kebanyakan mereka berkembang melalui komunitas.

Membuat group, forum, community, keluarga besar, seminar di hotel atau semacamnya.

Yang mana, penulis tidak tertarik untuk melakukan hal tersebut. Sebab menurut penulis. cara-cara itu lebih berpotensi untuk membentuk iklim marketing yang tidak sehat.

Prinsip penulis, jika memang produk yang kita tawarkan bagus dan sesuai harga, orang akan mencari dengan sendirinya, atau bahkan tanpa perlu diiklankan.

Channel Youtube

Sebagaimana Youtuber yang lain, penulis juga mencoba menjadi Youtuber dengan menghadirkan konten tutorial Java dan Greenfoot, dan sempat menghasil income.

Sialnya, pada sekitar Februari 2018, terjadilah perombakan kebijakan baru, yang mengharuskan channel memiliki 1000 subscriber dan 4000 jam tayang.

Hal ini disebabkan oleh seorang artis bernama Logan Paul yang memposting video kunjungannya di Hutan Aokigahara, lereng Gunung Fuji, Jepang tanpa sensor.

Alhasil, channel penulis tidak memenuhi syarat monetisasi, dan lucunya channel Logan Paul masih ada, tidak disuspend.

Penulis sebenarnya kecewa dengan persyaratan jumlah subscriber diatas. Sebab kebijakan itu tetap saja mendukung channel artis dan sungguh sangat aneh jika memaksa seorang pengunjung video, untuk menjadi pelanggan tetap, sampai berjumlah minimal 1000.

Apalagi jika kontennya pendidikan, sangat sulit mencari pelanggan, yang berlangganan secara suka rela.

Oleh karena itu, saat tulisan ini ditulis, penulis hanya menggunakan channel Youtube penulis, untuk mempromosikan aplikasi dan game Computational Lab.

Hal ini terbukti, ditunjukkan dari laporan analytic blog, jumlah paling banyak yang mengunjungi katalog edugameapp.blogspot.com berasal dari Youtube.


Forex Trading

Mengapa penulis perlu membahas ini?

Sebab penulis bergelut hampir 2 tahun, mendapatkan income, dan hasilnya ternyata termasuk judi.

Awalnya, sejak masa kuliah, penulis telah tahu Forex trading. Namun penulis tidak serius, karena tidak memiliki modal, dan broker di Indonesia masih belum marak.

Tahun 2017, penulis dikenalkan kembali oleh salah satu atasan penulis (atasan tidak tetap) dan penulis diminta untuk membuatkan Expert Advisor (EA).

Karena memang berketrampilan dalam membuat kode program, tidak butuh lama penulis dapat membuat EA tersebut, dengan bahasa pemrograman MT4 dan MT5.

Dan setelah mencoba beberapa metode, dengan ide trading yang berbeda, dan sempat menjualnya. Penulis mendapati jika metode yang paling logis untuk trading Forex hanyalah grid, menunggu dan dengan saldo deposit minimal satu milyar.

Menunggu yang dimaksud disini adalah percaya jika harga akan kembali ke titik yang sama pada suatu saat nanti.

Dan pemasangan order ke order beli atau jual dengan metode grid, hanya dilakukan ketika order yang telah dipasang menghasilkan profit negatif.

Kemudian dengan kekuatan saldo yang tinggi, adalah untuk mempertahankan order yang telah dipasang untuk tidak dilikuidasi oleh broker.

Artinya, dari ketiga kondisi di atas, menurut penulis, ketiganya adalah kondisi judi.

Dan dengan pembuktian ini juga, penulis juga berazam untuk tidak memakan hasil dari hasil penjualan EA, dan akan penulis sumbangkan untuk membangun fasilitas umum.

Skandal Facebook

Kasus Cambridge Analytica awal tahun 2018, yang membawa Facebook, ternyata berpengaruh juga terhadap kebijakan Google.

Salah satu dampaknya, penulis harus menambahkan privacy policy terkait penggunaan data pengguna apa saja yang direkam oleh aplikasi dan game penulis yang menampilkan iklan Adsense, melalui Admob.

Hal ini dikarenakan adanya General Data Protection Regulation (GDPR) yang berlaku untuk pengguna aplikasi di negara-negara Uni Eropa.

Alhamdulliah, dalam waktu kurang dari dua bulan, penulis berhasil menambahkan privacy policy di seluruh aplikasi dan game penulis.

Dan tidak ada aplikasi Computational Lab yang tersuspend.

Namun rupanya, imbas dari skandal Facebook itu berpengaruh juga terhadap traffic.

Traffic app dan game penulis tiap bulan, berkurang hingga 50%-nya. Yang artinya pendapatan bulanan penulis juga berkurang setengahnya.

Update Algorithma

Berdasarkan pengamatan penulis, penurunan traffic tidak hanya disebabkan oleh skandal di atas.

Terhitung, hampir tiap bulan, Google sepertinya melakukan update Algorithma Search engine-nya secara bertubi-tubi, selama 2018 sampai 2019.

Hal ini sebagaimana diberitakan oleh seroundtable.com dan penulis buktikan sendiri oleh semakin merosotnya impresi dan peringkat website dan blog penulis di Search Console.


Untungnya disaat perbaikan Google disana-sini itu, penulis mendapat tawaran untuk menjadi tenaga IT di salah satu sekolah swasta di Malang.

Tenaga IT

Ditengah menurunnya pendapatan di satu pintu, Allah SWT memberikan rejeki dari pintu lain.

Sekali lagi, penulis mendapat pekerjaan, tanpa perlu menunjukkan ijazah.

Penulis bekerja sebagai freelance, untuk mengurus website di salah satu sekolah swasta di Malang.

Sehingga, sementara menunggu traffic aplikasi, game, website, blog dan channel penulis untuk menghasilkan pendapatan yang sama seperti pada tahun 2017, penulis perlu menunggu dengan bekerja sebagai tenaga IT ini.

Penutup

Dari semua pekerjaan yang penulis lakukan, yang paling penting adalah skill, bukan ijazah.

Dengan skill, seseorang akan berani melakukan tindakan yang menurut dia bisa membuatnya berkembang.

Mempelajari bisnis sendiri, mengerti dan dapat menimbang nilai product yang dia hasilkan, dengan daya beli masyarakat, untuk menghindari kesenjangan harga.

Dan yang paling penting, skill dapat digunakan untuk mempersiapkan diri untuk menjadi seorang CEO atau atasan yang dapat menjalankan roda bisnis yang kuat dan mandiri.

Tambahan

Gambar di bawah ini adalah bukti pendapatan iklan Adsense dari aplikasi dan game Computational Lab, satu hari setelah tulisan ini ditulis, dalam kurun waktu lima tahun.

Pendapatan Adsense Computational Lab

Yang jika dirupiahkan, berarti Computational Lab sudah mendapatkan 25 juta lebih.

Komentar



Postingan populer dari blog ini

Apps Script untuk Cetak Sertifikat

Kumpulan Source Code Greenfoot

Menyembunyikan Failed Load Images di Blogger

Kode Greenfoot Game Flappy Bird

Algorithma Bilangan Prima dengan Javascript

Checking Data yang Belum Dimasukkan dalam Daftar Menggunakan Query Google Sheet

Kebodohan Karyawan Menyalahkan Sistem

Algorithma Coretan Abstrak dengan HTML5 Canvas

Mencoba Submit Theme di Wordpress.org

Generate Karakter Acak dan Menempatkannya di Sel Google Sheets dengan Apps Script